Move on yuk! |
Never thought we'd have a last kiss,
Never imagined we'd end like this,
Your name, forever the name on my lips..
(Last Kiss - Taylor Swift )
Sudah memasuki hari terakhir di tahun 2018 tetapi kadang hati tidak mampu meninggalkan apa yang ada di belakang.
Beberapa saat yang lalu ada salah satu sahabat yang bercerita kalau dia merasa gagal move on, nggak bisa menghapus perasaaannya pada seseorang yang tahun depan akan menikah - bukan dengannya tentu saja. Mendengar ceritanya aku seperti melihat bayangan masa laluku ketika dalam satu titik aku juga merasa nggak akan pernah bisa move on, melanjutkan hidup dan menemukan cinta lain. Ada salah satu fase dalam hidupku dimana aku merasa ada lubang menggangga dalam hati yang seolah tidak akan pernah bisa terisi.
Tentu saja pada akhirnya semua itu tidak terbukti.
Sebagian besar orang pasti pernah mengalami patah hati, sakit hati, luka hati atau apapun sebutannya. Sebenarnya perkara move on dan patah hati ini bukan melulu soal cinta, meskipun sebagian besar memang karena kekasih hati. Gagal dalam pekerjaan, gagal dapat diskonan, gagal mencapai target hidup, dan masih banyak hal lain yang membuat kita merasa hidup ini sungguh tak adil dan menyakitkan. Perkara move on ini gampang-gampang susah, gampang jika kita mengenali dan menerima fase-fasenya, sulit jika kita terlalu lama denial dan tidak konsisten melangkahkan kaki untuk 'pergi'.
1. Fase Denial
"Kamu terlalu baik buat aku, ini bukan tentang Kamu tapi aku. Kamu nggak salah apa-apa."
" Aku masih sayang sama Kamu tapi maaf orangtuaku nggak setuju kita bersama." atau " Aku sayang Kamu, tapi iman kita berbeda jadi kurasa cukup sampai di sini."
"Aku sayang sama Kamu tapi aku milih dia supaya Kamu tahu gimana rasanya sayang sama orang tapi dia malah milih orang lain."
"Kamu terlalu egois, aku nggak tahan lagi sama Kamu."
Kata-kata darinya berputar ulang di dalam ingatan, sementara aromanya masih tertinggal di sekitarmu. Gerimis mulai turun, angin bertiup perlahan dan kamu segera menyadari betapa kamu merindukan dia. Kamu mulai menganalisa, apa yang salah, bagian mana yang tidak benar, bagian mana yang semestinya bisa diperbaiki dan dicegah. Kamu mulai menyusun berbagai macam kemungkinan "Bagaimana jika..." di kepalamu dan berharap akhir cerita ini akan sedikit berbeda jika kamu tidak melakukan suatu hal, atau jika kalian seiman atau jika saja kamu lebih perhatian atau jika saja kamu tidak terlambat menyatakan cinta. Selanjutnya kamu akan merasa penuh penyesalan dan berusaha memperbaiki apa yang sudah rusak. Dan jika seandainya usahamu memperbaiki hal itu gagal, kamu akan berubah marah, memaki takdir, menyalahkan dirimu, dirinya dan mungkin Tuhan. Kemudian kamu menyesal karena sudah marah, kamu kembali bertanya-tanya mengapa ini semua terjadi, mulai menganalisa lagi apa yang salah dan siklusnya berulang terus menerus. Hingga kamu terjebak di dalam lingkaran setan tak bertepi bernama gagal move on.
Setelah hati kita patah, hal yang pertama kali terjadi adalah kita akan denial- kita menolak kenyataan yang ada. Menolak dia sudah tidak lagi menjadi milik kita, menolak kenyataan kalau dia memang sudah tidak lagi bersama dengan kita, kita menolak sakit hati dan berusaha menyembuhkannya secepat mungkin (dengan mengembalikan dia kembali ke sisi kita). Itu hal wajar dan memang akan terjadi. Yang akan menjadi masalah adalah ketika kamu terlalu lama denial, karena kamu tidak akan pernah bisa melangkah ke langkah selanjutnya. Kamu akan tetap stalking demi memuaskan keinginan hatimu melihat dia, kamu akan tetap menghubunginya demi membuat kamu merasa dia masih ada untukmu.
Kenyataannya adalah kamu malah memperparah sakit hatimu. Kamu berusaha menyembuhkan hatimu dan mengira dia adalah obatnya namun yang kamu lakukan malah sebaliknya. Semakin lama kamu denial, semakin lama kamu terjebak pada kehaluan - dia akan jadi milikku lagi- semakin susah kamu move on.
Dulu, ada satu waktu ketika aku merasa tidak lagi bisa berpikir jernih dan merasa " Oh My God, i really love him. Why he did this to me? Why he leave me after all those thing we ever had?" lalu aku memutuskan untuk pergi ke tempat baru,bukan untuk melarikan diri yang berujung pada luka hati yang tak terobati tapi untuk mencari perspektif baru dan untuk melihat apakah hidup masih berputar meski dia sudah pergi meninggalkan.
Tentu saja hidup masih berjalan seperti biasa, memangnya dia siapa mampu membuat bumi berhenti berputar?
Aku pernah naik kereta sendiri ke solo, bertemu orang asing, bertemu komunitas baru, tidur di kosan mbak-mbak yang baru kenal. Pernah juga nangis sepanjang jalan Jogja-Magelang hanya demi bertemu dan memeluk kakak sepupu kesayangan. Aku bahkan pernah melakukan riset tentang bagaimana orang-orang bisa menghadapi sakit hati dan patah hati mereka, bagaimana mereka bisa move on dan menjalani kehidupan dengan bahagia. Hasilnya sebagian besar dari mereka berhasil move on karena mereka akhirnya menerima kenyataan pahit itu, mencari lingkungan baru, keluar dari zona nyaman dan membuka hati bagi hal-hal baru.
Banyak yang terjebak pada fase denial dan melakukan hal-hal buruk dengan harapan si dia akan kasihan, merasa bersalah dan ngajak balikan. Oh poor you. Percayalah tidak akan ada yang balikan hanya karena kasihan, kalaupun ada apa kamu mau membangun hubungan berlandas rasa kasihan. Banyak juga yang mengaku move on tapi secara tidak sadar selalu membandingkan pasangan dengan mantan, masih stalking mantan, masih stalking pasangannya mantan dan berpikir : Kenapa dia lebih milih dia daripada aku padahal (menurutku) aku lebih baik dari pada pasangannya yang sekarang".
Maka dari itu fase denial adalah fase paling menjebak dan fase yang membutuhkan waktu paling lama dalam fase move on.
2. Fase Acceptance
Kalo fase denial adalah fase yang paling menjebak dan paling lama, fase acceptance atau menerima kenyataan adalah fase yang paling sulit dilakukan. Ya sebenarnya sih semakin lama denial semakin susah menerima kenyataan. "Gimana mau menerima kenyataan kalau sebenarnya tuh kita bisa bersama Kak kalau saja...." (isilah titik-titik dengan pembenaran yang kamu punya). Ya gitu deh, nggak akan bisa move on kalau denial gitu terus. Makanya denialnya jangan lama-lama ya.
Setelah lelah karena usaha kita tak juga membuahkan hasil akhirnya kita akan pasrah dan menerima kenyataan. Memang untuk urusan move on hal yang perlu kamu lakukan adalah : KAMU HARUS MENERIMA KENYATAAN BAHWA KAMU DAN DIA MEMANG TIDAK DITAKDIRKAN BERSAMA.
Dia dalam hal ini bisa berarti kekasih yang pergi, gebetan yang menolak cintamu, pekerjaan yang tak bisa kamu dapat, jabatan yang tak juga kamu raih dll. Menerima dan menyadari bahwa Tuhan sesungguhnya sudah menyiapkan yang terbaik untukmu (terbaik versi Tuhan sayangnya tidak selalu sama dengan terbaik versi kita) akan membantu kita menerima kenyataan pahit yang ada di depan mata. Terima dan nikmati saja sakit dan kecewanya, hadapi dengan tegar. Jangan melarikan diri dan berusaha mencari-cari sebabnya, mencari-cari cara untuk merebut kembali perhatiannya, cukup terima kenyataan dan hadapi. Biarkan Tuhan yang menuntun langkah kita. Nangislah sampai mata bengkak kalau memang perlu, marah deh kalau memang mau marah.
Menerima kenyataan pada akhirnya akan menuntun kita pada fase selanjutnya yaitu move on. Menerima kenyataan akan membuat kita dengan sadar berhenti stalking, berhenti bandingin mantan sama gebetan yang sekarang, berhenti menghubungi dia, berhenti merangkai " Bagaimana jika..." di dalam hati.
3. Fase Letting Go/Move On
Kita sudah menerima rasa sakit hati, sudah memafkan diri kita dan juga dirinya, maka langkah selanjutnya adalah melanjutkan hidup. Yep, hidup masih terus berjalan meski saat ini kita sendirian dan tak memiliki apa yang kita harapkan kita punya. Sebenernya sih aku lebih suka move on yang membuat kita menjadi pribadi yang lebih baik atau move up! Beberapa orang memakai motivasi, "Aku akan berubah jadi lebih baik supaya dia menyesal ninggalin aku." Tapi yang begini berarti masih denial dong ya?
Ketika kita memutuskan melanjutkan hidup dan menjadi lebih baik bukan berarti itu supaya dia menyesal tapi supaya kita sendiri berkembang dan bertumbuh. Ada yang bilang you never leave the place you leave, you take part of it with you and leave a part of you there. Orang yang pernah kita sayangi pun menurutku sama, kehilangan dia semestinya memang membuat kita belajar dari kehilangan itu. Kita yang mungkin sebelumnya egois dan tak lagi menghargai cinta akan belajar menghargai dan menjaga cinta. Kita yang sebelumnya tak dewasa akan belajar dewasa. Kita yang tadinya menutup kesempatan untuk belajar hal baru karena si dia suka mengekang kita mungkin akan belajar hal-hal baru yang akhirnya membuat kita menjadi pribadi yang lebih baik.
Move on hendaknya tak hanya membuat kita bebas dari rasa hati tetapi juga bebas berekpresi. Percayalah ketika kita meningkatkan kualitas diri kita dan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik, kita akan siap menerima pengganti yang lebih baik dari Tuhan. Bukankah Dia sendiri yang berjanji akan memberikan jodoh yang sepadan dengan kita?
Jadi kamu udah move on apa belum? Lagi dalam fase apa sekarang ? Selamat move on, jangan sampai tahun berganti tapi masa lalu masih membayangi.