Selalu mengawasi, meski yang diawasi tak selalu sadar. |
Disclaimer : Metode parenting setiap orang berbeda-beda, bahkan anak kita pun berbeda. Tulisan ini hanya bersifat sharing tentang apa yang selama ini aku lakukan, tanpa bermaksud menggurui ataupun menyindir pihak-pihak tertentu.
"Buk, Keira mau beli ini." Kata Keira sambil memegang mainan berbentuk buaya berwana pink kepadaku. Memang sedari awal aku berbelanja di minimarket itu, Keira hanya jongkok menunggui rak mainan bersama ayahnya. Aku menggeleng, "Besok aja ya, Keira beli makanan aja." kataku. Keira menggeleng dan matanya mulai berkaca-kaca, "Beli sekarang..." katanya lagi sambil menatapku. Hatiku mulai luluh, aku berjongkok agar tinggi kami sejajar. "Keira, uang ibu habis. Mainannya mahal, uang ibu nggak cukup kalau buat beli mainan juga. Belinya besok ya kalau ada uang merah, nih uang ibu cuma uang ungu." Kataku sambil menunjukan isi dompetku, yang memang saat itu nggak ada lembaran ratusan ribunya. Lalu aku menggandengnya keluar minimarket, wajahnya masih nampak sedih dan hatiku terasa sangat ngilu dan pedih.
Sebenarnya kalau mau, aku bisa-bisa aja sih membelikan dia mainan itu dengan debit card atau minta uang sama ayah Keira yang saat itu ada di sana. Tapi justru karena saat itu aku tahu Keira kepingin banget makanya sengaja nggak aku belikan. Aku hanya ingin mengenalkan rasa kecewa dan sedih pada Keira, fakta bahwa dalam hidup itu nggak semua keinginan kita akan terkabul dengan mudah.
Aku juga berusaha membuat Keira tidak terlalu 'keprincess - princessan'. Aku berusaha mengajaknya naik transportasi umum seperti bus dan kopaja meski mungkin aku bisa saja menyewa taksi online yang lebih nyaman. Mengajaknya berjalan kaki di siang hari terik, meski bisa saja kami ngadem di dalam mall. Mengajaknya berbelanja di pasar tradisional yang bau dan berdesak-desakan lalu jajan burjo di warung sederhana. Hidup tak selalu mudah. Hari ini mungkin aku mampu saja membelikan dia LOL SURPRISE seharga dua ratus ribu seperti yang dia inginkan ketika dia menangis dan mengamuk di toko mainan hanya karena aku malu dianggap pelit oleh orang lain, tapi kelak jika dia minta dibelikan helikopter aku bisa apa?
Sejujurnya, menjadi ibu yang tegas bagiku lebih sulit dibanding menjadi ibu peri baik hati yang selalu mengiyakan permintaannya dan menolongnya ketika dia kesulitan. Menahan diri untuk tidak luluh lantak dengan tangisannya atau tatap mata bening memohonnya jauh lebih sulit dibanding langsung berkata ya. Meski mungkin setelah aku berkata ya aku harus berhutang sana sini (karena membelikannya helikopter?)
Aku juga berusaha membuat Keira tidak terlalu 'keprincess - princessan'. Aku berusaha mengajaknya naik transportasi umum seperti bus dan kopaja meski mungkin aku bisa saja menyewa taksi online yang lebih nyaman. Mengajaknya berjalan kaki di siang hari terik, meski bisa saja kami ngadem di dalam mall. Mengajaknya berbelanja di pasar tradisional yang bau dan berdesak-desakan lalu jajan burjo di warung sederhana. Hidup tak selalu mudah. Hari ini mungkin aku mampu saja membelikan dia LOL SURPRISE seharga dua ratus ribu seperti yang dia inginkan ketika dia menangis dan mengamuk di toko mainan hanya karena aku malu dianggap pelit oleh orang lain, tapi kelak jika dia minta dibelikan helikopter aku bisa apa?
Sejujurnya, menjadi ibu yang tegas bagiku lebih sulit dibanding menjadi ibu peri baik hati yang selalu mengiyakan permintaannya dan menolongnya ketika dia kesulitan. Menahan diri untuk tidak luluh lantak dengan tangisannya atau tatap mata bening memohonnya jauh lebih sulit dibanding langsung berkata ya. Meski mungkin setelah aku berkata ya aku harus berhutang sana sini (karena membelikannya helikopter?)
Di rumah juga aku berusaha seminimal mungkin campur tangan saat dia bertengkar dengan teman sebayanya atau pura-pura tak melihat saat dia jatuh dan meminta Keira untuk bangun sendiri saat dia mulai memanggilku. Yah... meski kadang-kadang dianya suka nggak mau bangun sendiri sih kalau jatuh. Di rumah juga ada peraturan siapapun yang menumpahkan atau mengotori lantai maka dia yang wajib membersihkan, termasuk Keira. Jadi kalau misalnya Keira numpahin teh lalu dia kepleset tehnya itu, ya tetep aja dia yang wajib ngelap lantai meski dia nangis-nangis.
Masih banyak 'kekejaman-kekejaman' lain yang aku lakukan kepada Keira, seperti misalnya mewajibkan dia untuk membereskan sendiri mainannya atau tidak langsung merayu atau membujuk ketika dia menangis atau mengamuk. Biasanya ketika Keira marah, kecewa atau sedih hingga menangis meraung-raung aku akan berusaha menenangkan atau bernegosiasi dengan dia tapi kalau setelah 15 menit dia tidak juga berhenti menangis maka aku akan meninggalkan dia dan beraktivitas seperti biasa. Kejam memang, hanya saja aku ingin dia tahu kalau tidak semua masalah akan selesai hanya dengan menangis. Tapi tentu saja aku tidak akan membiarkan dia seperti itu lebih dari satu jam, dan biasanya aku akan memeluk dan memberitahunya kalau aku sangat sayang padanya dan menjelaskan kenapa aku marah jika dia melakukan hal yang tidak benar seperti misalnya membuang-buang air.
Aku sesungguhnya tidak terlalu peduli jika aku dianggap galak, kejam, tega dan tidak sayang pada Keira. Bagiku apa yang aku lakukan ini adalah salah satu cara mengenalkan Keira pada dunia yang sesungguhnya. Menjadi orangtua membuatku sadar bahwa secara otomatis kita akan selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi anak kita. Kita akan berusaha memenuhi semua keinginannya, memberinya pakaian terbaik, makanan terenak, sekolah terbaik, mainan termahal, fasilitas terlengkap, dan seterusnya. Secara tidak sadar kita berusaha untuk selalu memberikan kondisi yang nyaman dan ideal untuk anak kita. Kadang kita juga merasa trauma dengan masa kecil kita yang tak terlalu menyenangkan sehingga kita berusaha supaya anak kita tak mengalami masa kecil yang sama dengan kita. Namun kita lupa bahwasanya dunia tak seindah itu.
Kelak anak kita mungkin akan kecewa karena orang yang ia cintai ternyata memilih orang lain, ia mungkin sedih karena ia tidak diterima di universitas yang ia idam-idamkan, ia akan menyadari bahwa mendapatkan pekerjaan yang sesuai mimpi dan passionnya tidaklah mudah, ia akan melihat bahwa di dunia ini tak semua manusia baik dan mudah dipercaya, ia akan merasakan pahitnya kehilangan sahabat, marahnya ditipu, dan seterusnya.
Sedangkan kita? ketika saat itu tiba bisa saja kita tak lagi ada di dunia, atau mungkin kita sudah terlalu letih untuk terus menerus memberinya uluran tangan. Dan ya, faktanya memang kita tak bisa selamanya melindungi, menjaga, dan memberikan rasa aman pada anak kita. Akan tiba masanya mereka terbang dengan bebas dan melihat dunia dengan mata kepala mereka sendiri. Maka mungkin memang sebaiknya kita sedikit menahan diri kita untuk menciptakan ilusi dunia ideal dan sempurna bagi anak kita. Mungkin ada baiknya anak kita mengenal bagaimana rasanya kalah, kecewa, marah, gagal, sedih, dan frustasi, kemudian tugas kita adalah mengajari mereka bagaimana caranya bertahan, bangkit dan berjuang.
Selamat berjuang menjadi orang tua!
Masih banyak 'kekejaman-kekejaman' lain yang aku lakukan kepada Keira, seperti misalnya mewajibkan dia untuk membereskan sendiri mainannya atau tidak langsung merayu atau membujuk ketika dia menangis atau mengamuk. Biasanya ketika Keira marah, kecewa atau sedih hingga menangis meraung-raung aku akan berusaha menenangkan atau bernegosiasi dengan dia tapi kalau setelah 15 menit dia tidak juga berhenti menangis maka aku akan meninggalkan dia dan beraktivitas seperti biasa. Kejam memang, hanya saja aku ingin dia tahu kalau tidak semua masalah akan selesai hanya dengan menangis. Tapi tentu saja aku tidak akan membiarkan dia seperti itu lebih dari satu jam, dan biasanya aku akan memeluk dan memberitahunya kalau aku sangat sayang padanya dan menjelaskan kenapa aku marah jika dia melakukan hal yang tidak benar seperti misalnya membuang-buang air.
Aku sesungguhnya tidak terlalu peduli jika aku dianggap galak, kejam, tega dan tidak sayang pada Keira. Bagiku apa yang aku lakukan ini adalah salah satu cara mengenalkan Keira pada dunia yang sesungguhnya. Menjadi orangtua membuatku sadar bahwa secara otomatis kita akan selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi anak kita. Kita akan berusaha memenuhi semua keinginannya, memberinya pakaian terbaik, makanan terenak, sekolah terbaik, mainan termahal, fasilitas terlengkap, dan seterusnya. Secara tidak sadar kita berusaha untuk selalu memberikan kondisi yang nyaman dan ideal untuk anak kita. Kadang kita juga merasa trauma dengan masa kecil kita yang tak terlalu menyenangkan sehingga kita berusaha supaya anak kita tak mengalami masa kecil yang sama dengan kita. Namun kita lupa bahwasanya dunia tak seindah itu.
Kelak anak kita mungkin akan kecewa karena orang yang ia cintai ternyata memilih orang lain, ia mungkin sedih karena ia tidak diterima di universitas yang ia idam-idamkan, ia akan menyadari bahwa mendapatkan pekerjaan yang sesuai mimpi dan passionnya tidaklah mudah, ia akan melihat bahwa di dunia ini tak semua manusia baik dan mudah dipercaya, ia akan merasakan pahitnya kehilangan sahabat, marahnya ditipu, dan seterusnya.
Sedangkan kita? ketika saat itu tiba bisa saja kita tak lagi ada di dunia, atau mungkin kita sudah terlalu letih untuk terus menerus memberinya uluran tangan. Dan ya, faktanya memang kita tak bisa selamanya melindungi, menjaga, dan memberikan rasa aman pada anak kita. Akan tiba masanya mereka terbang dengan bebas dan melihat dunia dengan mata kepala mereka sendiri. Maka mungkin memang sebaiknya kita sedikit menahan diri kita untuk menciptakan ilusi dunia ideal dan sempurna bagi anak kita. Mungkin ada baiknya anak kita mengenal bagaimana rasanya kalah, kecewa, marah, gagal, sedih, dan frustasi, kemudian tugas kita adalah mengajari mereka bagaimana caranya bertahan, bangkit dan berjuang.
Selamat berjuang menjadi orang tua!
0 komentar:
Post a Comment
Feel free to ask anything, leave your comment. No SARA please :)